YESUS BUKAN SATU_SATUNYA ORANG YANG MENGHIDUPKAN ORANG MATI

Selasa, 15 Mei 2012

Dikatakan, perbuatan luar biasa Yesus adalah membangunkan orang mati menjadi hidup, dan dalam hal ini kita diberitahu bahwa bukti Keilahian Kristus itu bisa dijumpai seperti di bawah ini. Inilah argumennya:

“Kristus menghidupkan orang yang sudah mati diakui oleh kaum Muslimin berdasarkan Qur’an Suci, dan menghidupkan orang mati itu di belakang kekuasaan manusia dan hanya bersifat Ilahi … Dan di dalam sifat Keilahian inilah tiada orang lain yang bisa mengerjakannya kecuali Yesus sendiri”.

Apa yang dikatakan Qur’an akan kami bicarakan belakangan. Pertama-tama mari kita ketahui dulu pertimbangan yang diakui sebagai dasar dari ajaran kitab suci Kristen. Dalil itu mengatakan bahwa Yesus adalah pribadi Ilahi sebab dia bisa menghidupkan orang mati. Dalil ini hanya bisa dikemukakan oleh orang yang percaya bahwa tidak ada orang lain yang bisa menghidupkan orang mati. Tapi Bebel sendiri mementahkan pengakuan ini. Bebel berisi beberapa contoh orang lain yang juga bisa menghidupkan orang mati, dan karenanya jika Yesus benar-benar melakukan mu’jizat seperti itu, berarti keilahiannya atau ketuhanannya dengan bisa menghidupkan orang mati, ini benar-benar menjadi tak logis, sebab dalam hal ini Elisa pun lebih hebat lagi ketuhanannya. Di dalam Raja-raja 2:4 kita diberitahu bahwa seorang anak telah mati dan kematiannya itu sungguh benar ketika Elisa datang:

“Dan ketika Elisa datang ke rumah itu, ternyata si anak itu telah mati, dan tergeletak di atas pembaringannya. Kemudian dia masuk, dan menutup pintu dua kali, dan dia berdo’a kepada Tuhan, dan tiba-tiba si anak itu mendengkur tujuh kali, dan si anak itu membuka matanya” (2 Raja-raja 4:32-35).

Elia juga bisa menghidupkan orang mati:

“Dan dia berteriak kepada Tuhan, dan berkata, Wahai Tuhan, Tuhanku, apakah engkau menimpakan kemalangan kepada janda ini yang menerima aku sebagai penumpang dengan membunuh anaknya? … Aku bermohon kepadamu, kembalikanlah nyawa anak ini kepadanya. Dan Tuhan mendengar suara Elia, dan nyawa si anak itu pun kembali kepadanya dan kemudian si anak itu hidup kembali” (1 Raja-raja 17:19-20).

Jadi Bibel tidak memberikan hak keilahian istimewa kepada pengakuan Yesus dalam bobot menghidupkan orang yang sudah mati. Sungguh, di satu sisi kekuasaan Elisa lebih hebat dalam menghidupkan orang mati daripada Yesus, karena tulang yang sudah kering pun, setelah orang itu mati, jauh lebih manjur bisa dihidupkan kembali:

“Pada suatu ketika orang sedang menguburkan mayat. Ketika mereka melihat gerombolan datang, dicampakkan merekalah mayat itu ke dalam kubur Elisa, ketika orang itu menyentuh tulang Elisa, maka si mayat itu hidup kembali lalu berdiri dan kemudian pergi”. (2 Raja-raja 13:21).

Seringkali dikatakan bahwa Yesus melakukan mu’jizat dengan kekuatannya sendiri, sementara perkara pada Nabi-nabi lainnya, Tuhanlah Yang melakukan mu’jizat itu dengan perantaraan mereka. Perbedaan yang fantastik ini tidak menambah nilai apa-apa, karena perihal Yesus sendiri pun Tuhan sajalah Yang melakukan mu’jizat tersebut.

Ini sangat mungkin bahwa kisah Elia maupun Elisa menghidupkan orang yang sudah mati dihasilkan oleh keinginan pikiran orang-orang saleh dari para pengikut Yesus permulaan untuk menerapkan perbuatan yang sama terhadap Guru mereka. Di sini ada jejak yang jelas di dalam alur cerita mereka. Matius, Markus dan Lukas menceritakan tentang menghidupkan anak perempuan seorang pemimpin dimana Matius mengutip ucapan Yesus yang mengatakan: “Anak perempuan itu tidaklah mati tapi cuma tidur saja” (Matius 9:24). Lainlainnya tidak mencantumkan kata-kata itu, namun kehadiran mereka di Matius cukup membuktikan sifat alami mu’jizat tersebut. Cukup menarik hati bahwa Yohanes tidak membicarakan sama sekali mu’jizat seperti ini namun menyebutkan bahwa mu’jizat itu tidak dikenal dalam Injil Synoptist (Matius, Markus dan Lukas) yaitu menghidupkan Lazarus setelah dia terbaring di kuburan selama empat hari (Yohanes 11:38-44). Mengapa bisa terjadi bahwa Injil Synoptist, salah satu atau semuanya, tidak mengetahui mu’jizat luar biasa itu, dan kenapa Yohanes tidak mengetahui adanya anak perempuan seorang pemimpin yang dihidupkan itu? Kesimpulannya jelas bahwa Yohanes, menulis belakangan, dia meragukan tentang menghidupkan seorang anak perempuan pemimpin tersebut, kemudian dia sungguhsungguh membuat satu cerita simbolik seperti yang terbaca seperti tadi. Terhadap dua mu’jizat itu, Lukas sendiri menyebutkan mu’jizat yang ketiga, yaitu menghidupkan anak laki-laki seorang janda di Nain (Lukas 7:11-17), yang ini tidak dikenal baik oleh Injil Synoptist lainnya maupun oleh Yohanes.

Dengan demikian di sini kita dapat menunjuk pada kemustahilan yang luar biasa yang ditulis oleh para penulis Injil permulaan yang gemar sekali terhadap cerita yang anehaneh. Bagi Matius tidak cukup hanya satu kisah mu’jizat membangunkan anak perempuan yang sedang tidur, tapi dia tambahkan dengan membangkitkan orang mati yang sudah empat hari lamanya terkubur di tanah yang kemudian orang itu berjalan menuju Yerusalem segera setelah Yesus menghentikan hantu kuburan:

“Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, mereka pun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang” (Matius 27:51-53).

Mu’jizat yang aneh ini melampaui segala imajinasi, hanya para penginjil saja yang tidak memberikan keterangan secara detail mengapa tengkorak dan tulang-belulang itu bisa berjalan menuju kota; sebagaimana halnya perkara Lazarus, rupanya si penulis itu cukup berhati-hati untuk menambah-nambah cerita bahwa ada orang yang mati muncul dengan tangan dan kaki terikat oleh kain kafan, dan mukanya terbungkus oleh secarik kain dan agar ia terlepas dari ikatan itu ia menuju kepada Yesus Kristus. Mungkin kain kafan yang membungkus mayat orang suci itu sudah terjadi berabad-abad lamanya atau paling tidak sudah bertahun-tahun lamanya, disajikan secara utuh untuk menambah semaraknya penampilan mu’jizat tersebut. Tidak semua komentator Injil berani membaca kisah mu’jizat aneh ini secara harfiah, oleh karena itu kita punya komentar yang dikemukakan oleh Rev. J.R. Dummelow:

“Kejadian itu rupanya menggambarkan demi menyesuaikan kebenaran bahwa Kebangkitan Kristus melibatkan kebangkitan semua orang-orang suci, maka di Hari Paskah itu semua umat Kristen bisa dikatakan harus mempunyai perasaan begitu rupa yakni merasa bangkit bersama dia”.

Dari sini kita bisa menemui letak kebenaran tentang semua mu’jizat menghidupkan orang yang sudah mati tersebut. Yesus mengatakan itu sebagai tamsil atau bahasa kiasan, dan bahasa kiasan itu selalu digunakan oleh beliau secara bebas:

“Biarlah orang yang mati itu menguburkan orang yang mati pula, kata beliau” (Matius 8:22). Dan lagi:

“Sungguh, sungguh, aku katakan kepadamu, Dia yang mendengar ucapanku dan beriman kepada-Nya yang telah mengutusku, akan hidup abadi, dan tidak akan dihukum, tetapi hidup setelah melalui kematian. Sungguh, sungguh, aku katakan kepadamu, Saatnya akan datang, dan sekarang, tatkala yang mati akan mendengar suara anak Tuhan: dan mereka yang mendengar akan hidup … Jangan heran terhadap ini, karena saatnya akan tiba dan semua yang ada di kubur akan mendengar suara- Nya dan akan hidup”. (Yohanes 5:24, 25, 28).

Kini dari semua persoalan tersebut, dengan kematian, bahkan mereka yang ada di alam kubur, artinya adalah kematian rohani, mereka yang mati, artinya dalam keadaan berdosa, dan dengan hidup, itu artinya kehidupan rohani. Bahasa kiasan semacam itu digunakan juga oleh kaumYahudi. Menurut adat-istiadat Yahudi, “orang jahat, meskipun hidup, disebut mati”. Yesus Kristus mengirim kabar kepada Yohanes Pembaptis:

“Pergilah dan sampaikanlah kepada Yohanes segala sesuatu yang engkau dengar dan lihatlah: Orang buta bisa melihat, orang lumpuh bisa berjalan, orang lepra bisa disembuhkan, orang tuli bisa mendengar, orang mati bisa hidup, dan orang miskin diberikan kabar baik yang diajarkan kepada mereka” (Matius 11:4-5).

Kesimpulan kata-kata tersebut jelas sekali apa yang dimaksud Yesus, beliau tidak saja mengajarkan Injil kepada orang-orang miskin. Beliau berbicara secara tamsil, namun ucapan beliau disalah mengertikan, ini perlu direnungkan terhadap kisah menghidupkan orang yang sudah mati tersebut. Seluruh kekeliruan itu terletak pada ucapan Yesus yang terlalu begitu bebas menggunakan kata-kata kiasan, maka bukan hanya orang-orang Yahudi saja yang diberi tahu bahwa mereka tidak mengerti bahasa tamsil, bahkan para muridnya pun sering sekali menyalah-artikannya, bahasa tamsilnya diartikan secara harfiah (Yohanes 8:43). Kejadian berikut ini perlu diperhatikan:

“Sekarang para murid Yesus lupa mengambil roti … Dan beliau memperingati mereka, katanya: Berhati-hatilah, awaslah terhadap ragi orang Parisi dan ragi Herodes. Dan mereka berpikir di antara mereka sendiri, katanya. Karena kita tak punya roti. Ketika Yesus mengetahui itu, beliau berkata kepada mereka. Mengapa kamu membicarakan sebab tidak punya roti? Belumkah kamu mengerti, ataukah kamu tidak faham? Apakah kamu punya hati yang keras? Tidakkah matamu melihat?” (Markus 8:14-17).

Sungguh kita dapati bahwa murid-murid Yesus pun mengeluh terhadap bahasa tamsil beliau dan menyatakan tidak bisa mengikuti maksud beliau. Di sinilah terletak solusi tentang kisah menghidupkan orang yang mati tadi.

Berikut ini kita jelang apa yang dikemukakan oleh Qur’an Suci mengenai menghidupkan orang yang sudah mati. Untuk mengatakan bahwa Qur’an Suci membicarakan Yesus, khususnya dalam menghidupkan orang yang telah mati menyingkapkan secara halus kekurang tahuan isinya. Ia jelas sekali membicarakan mengenai Nabi Suci menghidupkan orang yang mati. Lebih lanjut Qur’an berfirman:


“Wahai orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan Utusan-Nya tatkala ia mengajak kamu kepada yang memberi hidup kamu” (Qur’an Suci. 8:24).

Kesalahan tersebut muncul dari perbedaan pribadi-pribadi yang dijadikan di antara para Nabiyullah itu, maka ketika Qur’an menyatakan Nabi Suci menghidupkan orang yang sudah mati, artinya adalah menghidupkan rohani yang sudah mati bagi mereka yang mati dalam kebodohan, tetapi ketika membicarakan Yesus menghidupkan orang yang telah mati, kata-kata itu diartikan secara harfiah, yakni menghidupkan kembali orang yang telah mati secara fisik. Mengapa kedua ucapan itu tidak sama di kedua tempat itu? Tentang arti yang sebenarnya Qur’an menjelaskannya sendiri. Ia membicarakan tentang kematian itu berkalikali dengan arti mati rohaninya. Ia membicarakan mereka dihidupkan kembali artinya dihidupkan kembali rohaninya. Saya akan berikan beberapa contoh terhadap masalah ini, dimana hal ini banyak sekali disalah mengertikan. Di salah satu Surat dikatakan:

“Apakah orang yang telah mati, Lalu Kami hidupkan lagi, dan kepadanya Kami beri cahaya yang dengan itu dia berjalan di antara manusia, sama dengan orang yang perumpamaannya seperti orang yang berada dalam kegelapan yang ia tak dapat keluar dari sana? (Qur’an Suci, 6:123).

Di ayat ini bisa kita baca bagaimana orang mati dihidupkan dalam kata-kata yang jelas, dengan penjelasan ayat ini bukan jiwa manusia yang melayang, lalu dikembalikan ke badan wadag kasarnya, tapi yang dimaksud adalah hidup dan matinya rohani. Di tempat lain bisa kita baca:

“Sesungguhnya engkau tak dapat membuat orang yang mati mendengar panggilan, dan engkau tak dapat pula membuat mendengar orang yang tuli jika mereka berbalik punggung” (Qur’an Suci, 27:80).

Markus mengkombinasikan antara mati dan tuli. Dua-duanya dikatagorikan sama. Nabi tidak bisa membuat mereka mendengar jika mereka tak siap untuk mendengarkan lalu mereka berbalik pergi entah ke mana. Dalam kaitan yang sama dinyatakan pula di tempat lain:

“Tak sama orang hidup dan orang mati. Sesungguhnya Allah membuat mendengar siapa yang Ia kehendaki, dan engkau tak dapat membuat mendengar orang yang ada dalam kubur” (Qur’an Suci, 35:22).

Di sini bukan saja orang yang mati, tapi juga orang yang ada di dalam kubur. Di dalam kubur di sini bukan berarti badan wadag yang terbujur di liang lahat. Tidak pula kata-kata itu berarti bahwa Nabi bisa menghidupkan orang-orang yang rohaninya ada di dalam kubur. Yang dimaksud itu adalah bahwa Nabi hanyalah manusia biasa tidak bisa melakukan sesuatu yang tidak mungkin; menghidupkan mereka yang ada di dalam kubur maknanya adalah tangan Allah bekerja melalui Nabi yang bisa membawa perubahan besar.

Dari sini jelas sekali bagaimana Qur’an Suci membicarakan para Nabiyullah yang menghidupkan orang-orang mati, yakni rohani yang mati dan rohani yang hidup, dan dalam hal inilah Qur’an membicarakan Nabi Suci Muhammad dan Yesus Kristus (Nabi ‘Isa) menghidupkan orang mati. Akan lebih jelas lagi bila direnungkan bahwa menurut Qur’an Suci yang mati benar-benar akan dihidupkan di hari Pengadilan dan kembali kepada kehidupan di sini tidak diperbolehkan sebelum Hari Penngadilan kelak, ini dijelaskan dalam kata-kata yang terang:

“Allah mengambil nyawa pada waktu matinya, dan yang tak mati pada waktu tidurnya. Lalu Ia menahan nyawa yang Ia putuskan mati, dan mengirim kembali yang lain sampai waktu yang ditentukan” (Qur’an Suci, 39:42).

Ayat ini menyimpulkan dengan tuntasnya bahwa Qur’an tidak mengakui hidupnya kembali mereka yang benar-benar telah mati secara jasmani. Suatu ketika fase kematian akan dilalui, nyawa itu dicegah dan dalam keadaan apa pun tak akan kembali lagi. Prinsip seperti itu dikuatkan oleh ayat berikut ini:

“Sampai tatkala kematian mendatangi salah seorang di antara mereka, ia berkata: Tuhanku, kembalikanlah aku agar aku dapat berbuat kebaikan dari perkara yang aku lalaikan. Tak mungkin! Sesungguhnya itu kata-kata yang ia ucapkan, Dan di hadapan mereka ada tabir, sampai hari mereka dibangkitkan” (Qur’an Suci, 23:99-100). 
Jadi kita diberitahu dengan kata-kata yang jelas bahwa tak seorang pun yang telah melewati pintu kematian di alam barzakh diizinkan kembali kepada kehidupan yang telah lalu. Ayat ketiga ini bisa dibaca lagi:

“Haram bagi suatu kota yang telah Kami binasakan dan mereka tak akan kembali” (Qur’an Suci, 21:95).

Beberapa kata komentar bisa ditambahkan terhadap ayat yang terakhir ini yang sumbernya dari Hadits Nabi Suci saw. Kejadian berikut ini diriwayatkan oleh Nasa’i dan Ibnu Majah, dua orang perawi Hadits sahih. Ayah Jabir, yakni Abdullah telah terbunuh di medan tempur oleh musuh Islam. Suatu hari Nabi Suci melihat Jabir berduka cita. “Apa yang membuatmu bersedih hati”? Tanya seorang Guru yang turut berduka cita terhadap sahabatnya yang dirundung duka itu. “Ayahku telah gugur dan di belakangnya meninggalkan keluarga besar serta hutang yang menggunung”. Jawaban Jabir. “Bolehkah aku berikan kabar gembira tentang karunia agung bahwa ayahmu telah ditemui Allah”, demikian sabda Nabi Suci … “Tuhan berfirman, Wahai hamba-Ku, ungkapkanlah suatu kehendak dan Aku akan mengganjarmu. Dia berkata, Tuhanku! Berilah aku hidup maka aku bisa berjuang di jalan-Mu, Allah Ta’ala berfirman, mereka tak bisa kembali. Keinginan Abdullah hidup kembali dan bertempur melawan musuh Islam hanyalah satu batasan di jalan-Nya – “tapi mereka tak bisa kembali - kata-kata ini benar-benar menyimpulkan bunyi ayat yang baru saja saya kutip. Bukti yang sama seperti komentar Nabi Suci terhadap ayat ini bisa dijumpai di dalam Hadits Sahih Muslim, dimana para syuhada pada umumnya dikatakan sama seperti itu. “Apa yang lebih diinginkan?” mereka ditanya oleh Allah Ta’ala. Pertanyaan itu diulang dan mereka berkata: “Tuhan kami, kami menginginkan agar kami dihidupkan kembali dan kembali ke dunia agar kami bisa bertempur kembali di jalan-Mu”. Dan apakah jawaban terhadap kehendak yang suci ini pada waktu seseorang ikut bertempur dalam barisan Islam mencari keridlaan Ilahi? “Telah Aku tuliskan bahwa mereka tak akan bisa kembali”. Di dunia ini tak ada seorang pun yang dapat membalikkan firman Qur’an Suci ini bahwa mereka yang sekali mati tak akan hidup kembali di dunia ini; dan kehidupan
itu akan kembali, kelak nanti pada Hari Kiamat.

0 komentar:

Posting Komentar