Kenapa Kita Masih Egois?

Jumat, 20 April 2012

Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Setiap hari dalam kehidupan kita pasti selalu berdoa kepada Allah SWT, meminta apapun yang kita inginkan. Doa menjadi hobi yang paling digemari oleh manusia ketika mereka mengalami kesusahan Setelah berdoa akan selalu hadir rasa optimis dan berkecambahnya harapan baru dalam melewati titian kehidupan. Hadir rasa yang teramat melegakan hati, seolah-olah tumpukan masalah jatuh satu persatu dari punggung kita.
Namun, pernahkahkita menyadari bahwa kita cenderung egois dalam berdoa, seringkali bahkan teramat sering lantunan doa yang terucap dari lisan kita teruntuk diri kita sendiri. Seandainya kita berdoa hanya lima kali sehari, yakni setiap habis menunaikan shalat fardhu lima waktu. Coba hitung adakah di antara lima kali doa tersebut pernah terlantunkan buat ayah, ibu, kakak, abang, adik, keluarga terdekat, dan teman-teman seperjuangan? Pernahkah dalam lima waktu tersebut ada waktu khusus yang kita sediakan untuk mendoakan mereka? Kalau jawabannya iya, maka bersyukurlah dan tingkatkan kualitas ketulusanmu dalam mendoakan mereka setiap harinya.
Jika tidak mudah-mudahan tulisan ini bisa mengingatkan kita agar ada waktu special yang kita jadikan sebagai waktu memberikan kado terindah buat orang-orang terbaik yang menemani kehidupan kita. Ada banyak orang terdekat kita yang “cahaya hidayah” belum menyinari qalbu mereka. Ada banyak orang terdekat kita yang masih terbiasa bermaksiat, tak patuh jalankan syariat. Kalau nasihat tulus tak selalu dapat kita berikan kepada mereka, bukankah sebuah kiriman doa dapat selalu kita hadiahkan setiap harinya.
Jangan sampai ada kata-kata seperti ini
Hah….dasar kalian pelit wahai anakku. Setiap hari doamu hanya untukmu, tanpa pernah sedetik pun mengangkat tanganmu berdoa untuk ayah bundamu. Sungguh kami semakin menua,usia kamipun tak tahu sampai berapa lama.Tak risaukah kau anakmu dengan keadaan kami,sampai detik ini masih belum bersujud kepada Allah SWT,pencipta kita.Padahal dalam surah Adz Zariyaat ayat 56,telah jelas-jelas disebutkan,bahwa hadirnya kita didunia ini adalah untuk menyembahnya.Kami tak tahu kenapa hidayah itu belum singgah dihati? Kalau banyak nasihat belum mampu menyadarkan kami, mudah-mudahan kiriman doa tulus dari anak saleh yang kami cinta sepanjang hayat, mampu membuka kran hidayah “Allah” untuk kami. Sungguh kami menginginkan, sebelum menutup mata, kami telah berserah diri kepada Allahhurabbi, merasakan kenikmatan jadi manusia pengabdi.

Hah…dasar kau egois saudaraku. Setiap hari tadahan tanganmu, komat-kamit mulutmu hanya untukmu tanpa pernah tersisakan doa itu untuk kami saudara sepertalian darah denganmu. Tak pedulikah kau dengan kondisi kami yang hari ini masih belum bisa shalat, belum mau menutup aurat dan semakin biasa meninggalkan syariat. Apakah kau hanya menginginkan surga itu untukmu wahai saudaraku. Kalau nasihat tulus jarang kau berikan, kenapalah doa yang teramat mudah dilantunkan pun tak kau berikan kepada kami. Apakah engkau hanya menginginkan persaudaraan kita di dunia ini saja. Sementara kita berpisah dan tak pernah bertemu kembali di akhirat nanti?
Hah….dasar kau egois Mutarabbiku. Tak pernah kau doakan kami murabbimu. Padahal ketahuilah,keimanan itu terkadang naik dan turun.Tak pedulikah kau,seandainya kami tak mampu bertahan dijalan ini.Boleh jadi kehadiranmu dan ketulusan doamulah yang membuat kami sanggup bertahan dalam menghadapi suka duka perjalanan ini.Boleh jadi kiriman doamulah,yang buat pelita keimanan dihati kami masih terus menyala.Ketahuilah pelita itu akan padam,jika sumbu hidayah habis termakan api ketidakihlasan dan minyak bahan bakar semangatnya telah habis.Maka doakanlah agar sumbu-sumbu pelita itu selalu diperbaru setiap harinya dan minyak “kekokohan” tekadnya selalu tersedia.
Hah…dasar kalian pelit wahai temanku. Doamu hanya untukmu saja. Tak gusarkah hatimu melihat keadaan kami hari ini. Embun hidayah itu belum mau jatuh di hati kami. Maka wajar kalau kami masih tak tergerak shalat, tak sempat baca Qur’an, tak tertarik mengikuti kajian, tak mau dengarkan nasihat tulus darimu. Hadirkanlah wajah-wajah kami di dalam doamu. Mudah-mudahan embun yang kami rindu itu benar-benar menetes di hati kami. Karena kami yakin tak selamanya kau sempat menasihati kami, tapi kami yakin doa tulus darimu kan dapat kau lakukan walau mungkin hanya sedetik, bukankah doa seorang teman/sahabat yang tulus di kala sepi dan tak diketahui teman/sahabat yang didoakan lebih mudah diijabah?

Spesial untukmu yang selalu melewati hari dengan berdoa untukmu sendiri.
Mari sempatkan satu waktu khusus untuk
mendoakan ayah& ibu, kakak adik & abang.
Keluarga-keluarga dan orang terdekat kita.
Teman-teman yang menemani kita
melewati pergantian hari. Guru, murabbi
dan orang yang telah memberikan inspirasi kebaikan buat kita.
Doakan agar “air hidayah” menyirami hati mereka yang kering kerontang.
Doakan agar “Pelita Keimanan” di hati mereka selalu menyala.
Kalau nasihat tulus tak mulu bisa kau berikan, bukankah doa kan selalu dapat kita lakukan?

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19937/kenapa-kita-masih-egois/#ixzz1sghKxI7W

0 komentar:

Posting Komentar